Diterapkan secara membabi buta,konsep ini terbukti mematikan bagi Indonesia,seperti yang kita lihat pada 1997 sampai 1998.Tentu saja ada sejumlah faktor sosio politik yang tidak menguntungkan pada penghujung orde baru itu,yang membawa Indonesia ke jurang kehancurannya,seperti sistem politik yang cenderung tertutup dan luasnya korupsi serta kroniisme.Namun,kebijakan Konsensus Washington lewat IMF lah yang merupakan faktor dominan dalam menghancurkan ekonomi Indonesia.
Menjadi kian jelas, terutama dilihat sekarang,bahwa turunnya Presiden Soeharto pada 1998 merupakan kudeta atau "regime change" secara halus lewat desakan ekonomi yang terencana. Hal ini diakui sendiri oleh Michael Camdessus sendiri,Direktur pelaksana IMF,dalam pidato pengunduran dirinnya,9 November 1999,bahwa program IMF di Indonesia memang dimaksudkan sebagai katalis untuk menjatuhkan Presiden Soeharto.
Sistem politik yang cenderung tertutup,luasnya korupsi dan nepotisme bukan merupakan alasan utama IMF mengakhiri Orde baru. Sebab jika itu alasannya,Orde baru sudah diruntuhkan lebih dini, bukannya dipuji-puji untuk keberhasilan pembangunan ekonominya.Presiden Soeharto diturunkan karena dia menolak menerapkan resep Konsensus Washington.
Ada alasan lain pula. Beberapa pejabat internasional mengkonfirmasi peran IMF dalam menjatuhkan Presiden Soeharto sebagai bagian dari bentuk"permainan geopolitik".Indonesia,bagaimanapun adalah sebuah negeri besar,berpenduduk terbesar keempat di dunia,yang memiliki nilai sangat strategis bagi Barat untuk bisa ditundukan.
Bekas Perdana Menteri Australia Paul keating mengambil kesimpulan sama."Departemen keuangan Amerika Serikat secara sengaja menggunakan krisis ekonomi sebagai cara untuk menjatuhkan Presiden Soeharto."Bahkan bekas Menteri Luar Negeri Amerika Serikat sendiri,Lawrence Eagleburger mengatakan negerinya mendukung kudeta IMF terhadap Soeharto."Saya tidak mengatakan Presiden Soeharto harus bertahan,tapi menyayangkan bahwa dia harus turun karena alasan yang tak lain adalah desakan IMF.
IMF dan Departemen Keuangan Amerika Serikat menentang currency board system(CBS) yang rencananya akan diterapkan Presiden Soeharto,karena mata uang yang stabil akan memungkinkan dia tetap bertahan dan menindas gerakan prodemokrasi yang sedang tumbuh.Tapi setelah itu kedua lembaga telah mempromosikan solusi CBS di berbagai belahan dunia, termasuk Rusia pada Agustus 1998 ketika mata uang rubel jatuh.
"Washington nampak mendukung IMF.Desas desus di pasar Asia adalah Departemen Keuangan AS menerapkan"Doktrin Mahathir"yang menegaskan menolak IMF dan menempa jalan ekonominnya sendiri.Selama kriss Keuangan Asia,IMF memerintahkan pemerintah di Bangkok,Jakarta dan Seoul untuk meningkatkan suku bunga dan mengetatkan anggaran ketika para investor terbang.Pemerintah yang mengikuti nasehat ini hanya membuat masalah menjadi buruk".
Kritik terhadap IMF khususnya,dan pendekatan konsensus Washington pada umumnya datang dari Joseph stiglitz,bekas pejabat Bank Dunia sendiri dalam buku"Globalization and its Discontents"Stiglitz menyebut empat langkah globalisasi IMF untuk menghajar ekonomi sebuah negara:
1.Privatisasi,menjual aset negara,termasuk BUMN.
2.Liberalisasi pasar modal,mempermudah masuknya modal tapi juga cepat larinnya modal.
3.Penyusutan harga menurut pasar(Market based pricing).
4.Perdagangan Bebas,pasar terbuka dan perdagangan bebas.
Secara sinis,Stiglitz bahkan menyebut ada"langkah 31/2": Kerusuhan IMF,kerusuhan yang dipicu penghapusan subsidi dan kebijakan uang ketat,untuk melemahkan pemerintahan.Ringkas kata,dalam prosesnya,IMF telah menghukum seluruh Rakyat Indonesia,dan bukannya sekadar memberi pelajaran kepada para pelaku korupsi kolusi serta nepotisme.Inilah yang menjadi dasar dari koreksi kebijakan IMF yang mengemuka belakangan ini.Memang terlalu naif jika memandang IMF sebagai "Sinterklas".
0 komentar:
Posting Komentar