Kenapa Indonesia yang kaya dan besar ini menjadi negeri yang penduduknya seperti ayam sekarat di lumbung padi dan menjadi kacung di rumah sendiri? Pertanyaan seperti ini paling layak diajukan kepada para elitnya : elit politik,elit ekonomi dan elit intelektual.
Bung Hatta salah satu proklamator yang kita hormati, pada awal orde baru,dalam sebuah pidato di Universitas Indonesia, Bung hatta mengutip kata-kata Julien Benda yang terkenal"Pengkhianatan intelektual"yang ditujukan kepada para elit,baik elit politik,ekonomi maupun cendikiawan.Kritk Bung Hatta itu masih relevan kita dengar sekarang dan justru di tengah situasi negeri yang makin buruk.
Jika mau jujur diakui, Indonesia yang paradoks memang merupakan buah dari ketidakpedulian para elit negeri ini.Lebih dari itu,fakta-fakta menunjukan,sejumlah elitlah yang justru telah secara telanjang mengkhianati negeri ini.
Penguasaan asing yang berlebihan terhadap kepentingan-kepentingan ekonomi nasional, misalnya,tak akan terjadi jika kita memiliki pemimpin dan negarawan yang punya integritas dalam menunaikan mandat yang diberikan rakyat.Para elit pengusaha,yakni para konglomerat,alih-alih memberi manfaat bagi rakyat, justru menyedot sumberdaya terbesar baik dana maupun cadangan devisa,sebagian diantaranya dilarikan ke luar negeri.
Para pakar ekonomi yang bekerja di kementrian mengkhianati negeri ini dengan membebek pada strategi serta kebijakan asing dan membuat rakyat menderita,menghapus subsidi yang penting bagi orang miskin,serta mengalokasikan dana publik untuk disumbangkan kepada pengusaha besar.Berpikiran jangka pendek, mereka menjual saham-saham perusahaan milik negara kepada investor asing yang membuat rakyat harus tergantung kepada produk serta jasa asing dan negeri ini kehilangan kendali terhadap nasibnya sendiri.
Para elit politik, baik di kalangan eksekutif maupun legislatif,tidak pula menyadari amanat yang mereka emban,amanat dari rakyat.Sebagian besar mereka sibuk mempertebal kantong sendiri dalam korupsi yang kian merajalela dan tanpa rasa malu.Di sisi lain,mereka menelorkan kebijakan dan peraturan yang tidak memihak rakyat miskin.
Para elit dan intelektual di kampus,dengan sedikit pengecualian,juga kurang memberi perhatian pada soal yang benar-benar mengancam ini.Mereka tidak angkat bicara melihat ketimpangan yang mencolok,ketidakadilan yang demikian telanjang.Mereka terlalu asik dengan pikiran sendiri,dan cenderung menggunakan kacamata kuda berdiri di atas menara gading . Mereka gagal melihat realitas masyarakatnya.
Yang ada sekarang adalah selapis elit dan pemimpin bangsa yang tidak memiliki semangat nasionalisme.Akibatnya,segala kebijakan yang dibuat tak dilandasi pemikiran untuk kepentingan bangsa.Sebaliknya,kebijakan-kebijakan pemerintah makin membuat rakyat miskin sengsara.Dimana nurani dan patriotisme jika kita hanya diam dan bahkan memfasilitasi sepak terjang kekuatan asing di negara ini hingga melebihi batas kepatutan?
Kenyataan menyedihkan itu pula yang ,pada gilirannya,membuat Indonesia mengalami situasi paradoksal : sebuah negeri yang sangat kaya,tetapi rakyatnya hidup miskin.
Sumber : dari Buku Kembalikan indonesia!, .Pustaka sinar harapan jakarta 2004.
0 komentar:
Posting Komentar